KARAKTER PEMBERDAYAAN DESA
Karakter
Pemberdayaan
Lepas dari beragam reaksi, yang pasti
UU Desa tegas mengakui kedudukan desa subyek
hukum yang memiliki hak dan kewenangan
untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri (Psl 1, at 1). Desa boleh dan berhak
merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pengakuan desa sebagai subyek tidak hanya diungkapkan secara jelas pada pasal
tertentu, tetapi juga tersirat pada setiap pasal. Salah satu rumusan yang menyiratkan semangat
pengakuan sebagai subyek adalah pasal yang menyatakan amanat tentang pemberdayaan masyarakat
desa (Psl 1, at 12).
Pemberdayaan masyarakat desa merupakan
amanat yang sesungguhnya menjungkirbalikkan pendekatan pembangunan yang selama ini
berorientasi pada kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah konsep pembangunan yang
manghadirkan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan.
Karakter pertama, pemberdayaan
mewujudkan pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Masyarakat menjadi pelaku utama sekaligus tujuan
(people centre). Dalam konteks ini pemberdayaan merupakan bagian dari gerakan budaya. Salah satu
karakter dari pemberdayaan adalah kesadaran kritis masyarakat tentang makna pembangunan.
Karakter ini mengandaikan tumbuh dari sikap kesediaan masyarakat untuk senantiasa belajar
memahami beragam aspek yang mempengaruhi dampak pembangunan bagi masyarakat dan
lingkungan.
Karakter berikutnya adalah partisipatif, yaitu menyertakan
keterlibatan aktif masyarakat untuk menggagas, merencanakan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan proses pembangunan. Dalam UU Desa karakter
ini jelas dan tegas terlihat pada azas pengaturan desa (Pasal 3). Di samping itu karakter
partisipatif juga sejalan dengan kearifan desa yang menghormati musyawarah desa sebagai forum
pengambilan keputusan tertinggi desa.
Berikutnya pemberdayaan memiliki
karakter memampukan (empowering)
masyarakat yang terlibat dalam aktivitas
pembangunan. Sejalan dengan karakter ini maka bisa dipahami kalau amanat pasal pemberdayaan dalam
UU Desa disertai dengan Peraturan Pemerintah yang menegaskan perlunya para pihak,
utamanya pemerintah untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat dan aparatus desa (Psl 128,
PP No. 43 Tahun 2014). Tujuan pendampingan adalah untuk meningkatkan kapasitas
pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa (Psl 129 at 1 C, PP.
No 43 Tahun 2014).
Di samping itu pemberdayaan merupakan
model pembangunan yang berkarakter berkelanjutan
(sustainable).
Karakter ini mendorong pelaku pembangunan untuk tidak bersikap pragmatis (aji mumpung) dalam
merencanakan dan melakukan pembangunan. Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang
menuntut kemampuan visioner, kemampuan melihat manfaat pembangunan tidak saja untuk
kebutuhan saat ini, tetapi mampu terus menerus memenuhi kebutuhan jangka panjang. Di samping
itu kerberlanjutan juga berarti sifat pembangunan yang memperhatikan dampak kehancuran lingkungan.
Artinya perencanaan pembangunan perlu disertai dengan upaya menjaga keberlangsungan
ketahanan sumber daya alam dan lingkungan.
Karakter-karakter tersebut juga
menegaskan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah konsep gerakan budaya, yaitu sebuah gerakan
yang dilakukan secara sadar dilakukan terus menerus untuk menghormati martabat manusia
dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan asasi dan menjaga lingkungan tempat manusia berada.
Dalam kerangka implementasi
Undang-undang Desa pemberdayaan merupakan sebuah konsep pembangunan yang menjujung
tinggi nilai kedaulatan masyarakat desa sebagai subyek, kesatuan masyarkat hukum yang memiliki
hak dan kewenangan. Karena itu keberhasilan pemberdayaan masyarakat desa tidak
hanya diukur secara materialistik, terpenuhinya sarana dan prasarana fisik, tetapi juga diukur
dari tingkat pemerataan kesejahteraan. Di atas itu semua ukuran yang terpenting adalah perubahan sikap
dan perilaku masyarakat. Pemberdayaan merupakan wujud lain dari pendidikan karakter
yang mendorong masyarakat tidak hanya semakin mampu atau terampil, tetapi juga berkembang
menjadi masyarakat yang memiliki integritas sosial.
Dikutip dari
MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA
Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia 2015.