Islam Tidak Menganut Sitem Demokrasi
Demokrasi mulai diperkenalkan oleh seorang ilmuan Islam Mesir Muhammad Abduh (1848-1905) yang mempelajari Budaya Barat - pembaru pemikiran Islam di Mesir. Melalui tafsir Al-Manar, Abduh menekankan pentingnya penguatan moral akar rumput masyarakat Islam, dengan kembali ke masa lalu, namun mengakui dan menerima kebutuhan untuk berubah, serta menghubungkan perubahan itu dengan ajaran Islam. Abduh meyakini Islam dapat mengadopsi untuk berubah sekaligus mengendalikan perubahan itu. ”Islam dapat menjadi basis moral sebuah masyarakat yang progresif dan modern,” papar Abduh. Seabad kemudian, banyak negara Muslim di dunia yang memilih demokrasi untuk diterapkan dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Ada juga yang berpendapat bahwa demokrasi diambli dari Islam, bukahkah bermufakat dalam musyawarah yang dikenal dalam Islam berbeda 360 derajat dari Sistem Demokrasi.
Demokrasi merupakan system yang bertentangan dengan Islam. Karena system ini meletakkan rakyat sebagai sumber hukum atau orang-orang yang mewakilinya (seperti anggota parlemen). Maka dengan demikian landasan hukumnya tidak merujuk kepada Allah Ta’ala, tapi kepada rakyat dan para wakilnya. Patokannya tidak harus kesepakatan semua mereka, tapi suara terbanyak. Kesepakatan mayoritas akan menjadi UU yang wajib dipegang masyarakat walaupun bertentangan dengan fitrah, agama dan akal. Dengan system ini, misalnya dikeluarkan aturan bolehnya aborsi, perkawinan sesame jenis, bunga bank, digugurkannya hukum-hukum syariat, dibolehkannya zina dan khamar. Bahkan dengan system ini, Islam dan para penganutnya yang taat diperangi. Allah Ta’ala telah mengabarkan dalam KitabNya, bahwa penetap hukum hanyalah Dia semata, Dialah sebaik-baik yang menetapkan hukum. Dilarang menyekutukannya dalam menetapkan hukum dan Dia mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun yang lebih baik hukumnya dariNya.
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?.” SQ. Al-Maidah: 50. Allah Azza wa Jallah merupakan Sang Pencipta makhluk, Dia mengetahui apa yang terbaik bagi mereka dan hukum apa yang layak untuk mereka. Sementara manusia beragam akal, akhlak dan kebiasaannya. Mereka tidak mengetahui apa yang baik buat mereka apalagi mengetahui apa yang terbaik untuk selain mereka. Karena itu, masyarakat yang menjadikan rakyat sebagai pedoman hukum dan UUnya tidak ada yang dihasilkannya kecuali kerusakan, runtuhnya moral dan rusaknya kehidupan sosial.
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” SQ. Al-An’am: 57.
Banyak orang yang mengira bahwa yang dimaksud demokrasi adalah kebebasan. Inilah adalah dugaan salah. Meskipun kebebasan merupakan salah satu produk demmokrasi. Yang kami maksud kebebasan di sini adalah kebebasan berkeyakinan dan kebebasan dekadensi moral, kemerdekaan menyampaikan pendapat. Inipun memiliki kerusakan yang banyak di masyarakat Islam sehingga perkaranya. Bahkan karena kebebasan ini hingga sampai pada derajat menuduh para rasul dan risalahnya, terhadap Alquran dan para shahabat dengan alasan kebebasan pendapat. Kemudian dibolehkannya buka aurat, mengedarkan filem porno dengan dalih kebebasan. Demikian rantai panjang yang memberi andil bagi rusaknya umat, baik dari segi akhlak maupun agama.
Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang bertujuan untuk menerapkan prinsip-prinsip agama Islam ke dalam kebijakan publik. Ini yang seharusnya berlaku Bukan Demokrasi yang dipahami dan di amini oleh Bangsa bangsa Barat itu yang kebablasan dan Menuhan kan Hukum Manusia.
Disadur dari beberapa Sumber: https://islamqa.info/, https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Islam, http://www.kompasiana.com/