Lazim dan Zalim
LAZIM DAN ZALIM / LALIM, bukan Saudara dekat.
Pajoh Apam Nyak Tiga |
Lalu bagaimana seharusnya kita mensikapi permasalahan di atas, nah, tentunya sebagai orang tua dari si Anak yang memiliki kesulitan dalam mengekspresikan kata guna mengaktualisasikan dirinya di antara teman-teman sepermainan dan se usia atawa dengan kaum yang berbeda usia bahkan antar tetangga rumah sampai tetangga nanggroe harus selalu mendampingi serta rajin-rajin mentransfer ilmu guna menghindari si Anak salah melafalkan kata apalagi salah dalam memaknai kata, dan lagi kata-kata tertentu akan menjadi sebuah kalimat kemudian susunannya membentuk sebuah pernyataan (statement ) dan pernyataan tersebut kemudian akan menjadi konsumsi media, lalu mempengaruhi produk kebijakan terhadap publik.
Lazimnya dari dulu sampai sekarang, dari zaman batu sampai homo sapien, moderen bahkan sampai kepada kita atau masa yang kita sebut zaman digital, dari banyak peristiwa dan malapetaka serta telah banyak rasul hingga sampai dua puluh lima orang dan para nabi yang menurut indatu saya yang pernah belajar banyak dan mendalam tentang agamanya, para nabi dalam islam hingga dua ribu sekian orang saya tidak berani menyebut angka pasti karena takut salah yang jelas bukan di atas angka tiga ribu, melalui mereka telah banyak lahir petunjuk dan aturan baik dalam bentuk firman atawa kitab suci ataupun kebiasaan atau perbuatan baik yang melekat pada manusia-manusia pilihan tersebut dikemudian hari kita mengenalnya sebagai hadist.
Anehnya kita tidak pernah bisa belajar dari sejarah tersebut yang telah banyak kajiannya dalam kitab suci dan itu murah, bahkan sangat sangat murah untuk setiap kita dalam upaya mengenal siapa kita di masa lalu, karena ada pendapat dari saudara saya yang sekarang mencari makan di singapore bahwa seseorang tanpa mengetahui sejarah masa lalunya dengan utuh akan kehilangan arah dalam membangun masa depan berkecukupan dan gemilang. Walaupun pernyataan itu tidak seluruhnya benar, karena biar bagaimanapun pernyataan seperti itu tetap bermakna sebuah bahasa proposal, ya anda tahu sendiri, bahasa proposal yang di awali oleh dasar pemikiran atawa latar belakang, target hingga tujuan sampai penutup tentu saja tidak pernah lupa adalah lampiran dana atawa bahasa kawan-kawan ekonom budget. Kalau dalam bahasa Aceh bisa bermakna sangat mulia yakni ; ‘perbuatan baik’, tetapi budget yang dimaksud di atas tentunya bukan bahasa indatu kita, itu bahasanya indatu orang lain di belahan bumi lain. Menurut teman yang saya kenal melalui sebuah pertemuan, kajian kita untuk masa lalu sudah cukup lengkap dan itu sudah melebihi dari cukup untuk membuat kita tidak tersesat di kehidupan kedepan baik di dunia maupun akhirat, hanya saja perlu mentransfer ke generasi yang datang telat dari kita atau kamu sekarang. Apa yang disampaikan oleh teman saya barusan sama persis dengan apa yang pernah disampaikan oleh Indatu saya.
Lalu bagaimana dengan saya, saya menurut teman saya dari belahan agama lain tidak lebih dari pengikut buta alias ya ikut ikut saja apa yang telah menjadi kebiasaan dikeluarga, masyarakat, lingkungan bahkan negara atau lebih tepat nya karena faktor keturunan, lahirlah saya di tempat ini dengan anutan yang sudah ada dan matang jauh sebelum saya lahir dengan kata lain saya ini Gadungan alias bukan pemeluk yang riil atau kaffah. Mendengar pernyataan seperti itu saya jadi merah kuping juga dan marah kepada “Pirang” yang belum lama menjadi teman saya karena suatu pertemuan. Namun kalau saya mau jujur dan tidak munafik sebenarnya apa yang dikatakan pirang kepada saya tidak seluruhnya salah, karena seorang muslim yang baik hampir semua orang muslim itu tahu bahwa ajaran islam itu sangat baik dan benar- benar dapat menjadi petunjuk hidup sejati baik dunia maupun akhirat bahkan Si Pirang juga telah mengakui kebaikan dari ajaran Islam. Namun lagi lagi ketika si Pirang melihat saya sebagai pribadinya saya sebagai manusia sama dengan si pirang yang jelas tidak dan lahir dari keluarga muslim, sebagai contoh ketika si pirang minum khamar saya juga ikut minum walau saya tahu menurut ajaran islam itu tidak boleh, ketika si Pirang suka jajan sex saya juga sama saja, bahkan dari beberapa hal si Pirang lebih baik dari saya, si pirang memang punya hobi mabuk khamar dan wanita apalagi sekarang mudah di dapat ditanah darah kita, paling ya butuh sembunyi sedikit. Tapi saya kalau ada kesempatan korupsi jatah orang lain itu pun akan saya lakukan, akhirnya mau tak mau saya harus meredam kemarahan saya, karena faktanya memang demikian, akhirnya saya benar-benar merasa seperti harimau ompong saja tampang seram namun tak berkekuatan. Kalah-lah saya.
Aneh yang kedua kalinya lagi saya tidak serta merta kapok dan bertaubat sesuai dengan ajaran agama saya, Eee malah menjadi-jadi ketika saya ada kesempatan mempertambah tunjangan bila ada kesempatan tambah, saya terus tambah biarpun saat itu di seberang jalan masih ada saudara saya yang masih tidur di emperan toko cina, saya tidak peduli, dari uang komunikasi yang sudah sekian perbulan lebih dari cukup untuk saya gunakan serumah tangga plus istri simpanan tetap saja saya berkeinginan menambah dari stok uang rakyat yang tersedia, dari mobil operasional saya sudah punya dua tetap berkeinginan menambah satu bahkan dua lagi supaya ‘marwah’ saya terjaga dari rakyat budak-budak biasa, ini adalah contoh kasus lain kesalahan dalam memaknai kata seperti telah kita bahas di atas “Marwah”, bayangkan kalo anda orang baik- baik-baik memaknai kata yang keliru seperti saya, tentu dunia takkan kiamat, paling tidak demikian keyakinan saya. Sehingga saya terus menerus rakus, haus dunia. Sampai saya akan menghisap semua kandungan bumi sebagai modal yang harus saya wariskan kepada kelanjutan genarasi penerus saya nanti malah ramai ramai saya undang Investor luar untuk sama-sama menghisap mas, besi, gas, bauksit, uranium, tembaga perak, pokonya semuanya, belum lama ini saya barusan mengundang investor dari Jawa dan luar Nanggroe untuk memiliki dengan sah beberapa hektar tanah di pesisir barat selatan dan central Aceh karena di dalamnya mengandung emas, semoga saya juga telah belajar bagaimana mengatasi limbahnya sehingga dalih dalih ingin meningkatkan income masyarakat sekitar sebaliknya harus menerima racun limbah yang gak aman pengelolaannya. Innalillah saya terkutukkah.
Saya yang semakin rakus dan tidak pernah puas ini, padahal menurut teman-teman yang sering minum kopi bersama di warung kopi mereka mengatakan saya telah bau tanah dan yang paling menyakitkan saya lagi, saya kehilangan Marwah karena setiap saya hendak membayar kopi mereka menolak dengan amat sangat menyakitkan, apa kata mereka ; “ jangan bayar kan kopi kami dengan uang yang bukan milik mu “ terkutuk kah saya dengan apa yang saya lakukan,…? Belum. Saya tetap lah saya, saya yang tidak terpuaskan. Padahal masa kecil saya adalah saya yang rajin membaca dan menghafal Al Qur’an bahkan saya lah yang terbaik dalam panjang pendek bacaan dengan gaya bacaan banyak sekali ditambah lagi ilmu tajuwid yang saya kuasai waktu itu saya memang yang nomor satu. Namun jangan tanyakan kepada saya tentang makna dari apa yang saya baca, saya memang tidak pernah di ajarkan untuk itu, walaupun saat saya mengaji ada beberapa orang tua di antara pendengar yang berurai air mata, saya tetap lah saya yang tahu baca tulis tapi gak tahu arti, ya buktinya saya selalu kesulitan untuk menghilangkan semua perbuatan buruk dan terlarang. Saya enjoy dengan kepintaran saya atau sebaliknya, saya tidak harus ambil pusing, karena saya orang yang telah dipintarkan melalui Pilihan.
Maka hari ini Lalim saya menjadi lazim di antara yang diam dalam kepintaran dan kesenagan istana yang sebenarnya Gua gelap. Saya terpuaskan dengan pengikut-pengikut saya yang semakin banyak umumnya mereka loyal dan penderma karena saya di anggap berilmu makrifat dan dekat dengan Pencipta, mereka berharap mereka akan keciprat kemulyaan melalui saya, ini adalah kebodohan lain yang sempurna, benar- benar Kaffah! Posted in OpinI, EssaY Tags: Orang Zalim